Monday, July 02, 2007

Meraih Optimisme dengan Muhasabah

Dialog Jumat Republika - 08 April, 2005


DR Andian Parlindungan


Apa jadinya hidup seseorang bila jiwanya tidak pernah diisi dengan perenungan dan introspeksi? Niscaya orang tersebut tidak akan dapat membedakan hal yang baik dan buruk bahkan lebih celaka lagi, dia tidak bakal merasakan betapa bermaknanya hidup.
Bagi DR Andian Parlindungan, sangatlah penting dalam hidup ini senantiasa diwarnai dengan proses perenungan (muhasabah). Karena menurutnya, dengan perenungan itu selain bisa menjalin hubungan yang lebih erat kepada Allah SWT, juga nantinya manusia akan sampai pada satu titik untuk menjadi hamba yang beriman dan bertakwa.
"Jika seseorang mengarungi kehidupan ini tanpa proses muhasabah, niscaya orang tersebut akan memahami apa-apa tindak laku dan perbuatan yang salah dan yang benar," tutur Andian beberapa waktu lalu.
Dan kegiatan muhasabah kini menjadi keseharian dosen tetap Universitas YARSI Jakarta itu. Tak hanya dilakukan seorang diri, namun juga bersama para jamaah di masjid maupun di rumah-rumah.
Melalui muhasabah, pengisi acara Kuliah Subuh di salah satu televisi swasta ini mencoba mengajak umat untuk berintrospeksi diri. Andian menjelaskan, dalam muhasabah ada proses taqqali (mengosongkan pikiran). Untuk beberapa saat, pikiran dikosongkan dari sisi kehidupan materialis untuk kemudian 'diisi ulang' dengan perenungan.
"Setelah mencapai tahap tersebut maka seseorang akan dapat ber-tajjali atau tahap seseorang yang sudah dapat memahami nilai-nilai ketuhanan," jelasnya lagi. Dalam proses introspeksi, relung hati seseorang sekaligus diisi dengan dzikir. Ber-dzikir menyebut nama-nama Allah, dan menikmati dengan segenap jiwa. "Namun saya lebih menekankan supaya dzikir benar-benar dinikmati dalam hati serta dihayati. Selanjutnya, penghayatan tersebut harus tercermin dalam perilaku sehari-hari."
Kegiatan dzikir dan muhasabah sudah dijalani pria kelahiran Medan 12 Nopember 1967 ini sejak tahun 2000 dan mencapai puncaknya tahun 2003 lalu. Bersama para jamaah, mereka kadang ber-muhasabah di alam terbuka, menyatu dengan ciptaan Allah yang lain.
Selain itu, kegiatan dzikir dan muhasabah pun sering pula berlangsung secara door-to-door. Ini dilakukan karena tuntutan keadaan. ''Saat ini banyak saudara muslim/muslimah yang tidak punya cukup waktu luang mengikuti kegiatan keagamaan di hari-hari biasa,'' ujarnya. Dengan begitu, dia memutuskan membantu mereka dengan bersilaturahmi dari rumah ke rumah dan mengisi kegiatan pengajian.
Lebih jauh diutarakan, muhasabah amatlah penting bagi upaya peningkatan kualitas intelektual, spriritual, serta mengasah emosional. Di dalam proses dzikir dan muhasabah, para jamaah diajak untuk berpikir positif. Ada alasan yang mendasarinya.
Di beberapa literatur buku yang pernah dia baca, menurutnya telah banyak terjadi pergeseran nilai. Ketika membahas mengenai positive thinking, beberapa penulis mencoba menggunakan medium alam bawah sadar. Misalnya meminta kepada alam bawah sadar jika ingin sukses atau sembuh dari penyakit tertentu yang diderita.
Namun Andian menganggapnya sama saja dengan mensejajarkan alam bawah sadar dengan Tuhan. Sehingga dalam proses muhasabah, dia mencoba mengajak orang untuk mencapai positive thinking dengan membangun kesadaran kemanusiaan. "Kalau kita tidak bergantung sepenuhnya pada Allah SWT, tidak punya komitmen kehambaan kepada Allah, kita tidak punya arti hidup," tandasnya kemudian.
Jadi intinya adalah bagaimana membangun kesadaran kemanusiaan melalui proses perenungan. Dan diharapkan dari proses itu akan tumbuh kesadaran yang luar biasa untuk kemudian membangun semangat kepasrahan. Suami dari Ermi Sahidah ini mengaku pernah mengalami kepasrahan yang sangat mendalam. Berasal dari keluarga yang prihatin di Medan, sebagian besar hidupnya lantas dilalui dengan kerja keras, banyak merenung dan juga berdzikir.
Pada usia lima tahun, sang ayah meninggal dunia. Sebagai putra sulung dari empat bersaudara, Andian mau tak mau harus mengambil peran sebagai kepala rumah tangga. Setelah lulus SD, ibundanya menginginkan putranya tersebut melanjutkan pendidikan di pondok pesantren. Maka dipilihlah ponpes Gontor di Ponorogo, Jawa Timur.
Delapan tahun lamanya menimba ilmu agama di ponpes tersebut untuk selanjutnya dia memutuskan kembali ke kampung halaman dan kuliah di IAIN Medan. Di sinilah Andian mengalami perjuangan hidup. "Saat kuliah, saya tidak mendapatkan fasilitas layaknya yang dinikmati mahasiswa lain dari orangtuanya," dia menuturkan.
Tidak ada jalan lain kecuali harus bekerja sampingan untuk dapat membiayai kuliah dan juga ketiga adiknya. Ayah dari dua putra dan putri ini pernah membuka kursus bahasa Arab, menjual pakaian secara dari rumah ke rumah dan bekerja sebagai agen di perusahaan asuransi.
"Ketika saya dituntut untuk lebih banyak berbuat, saya lantas melaluinya bersama proses perenungan," sambungnya. Dari situlah dia melihat segala perjuangan hidup yang dilalui harus disyukuri sebagai suatu pembelajaran dan membuatnya lebih bisa menghargai orang lain serta hidup ini.
Begitulah kemudian pada setiap kesempatan ber-muhasabah, dia selalu merasa ada sesuatu yang dicari oleh banyak orang seperti juga yang dicarinya. Lama kelamaan, tumbuh satu kesimpulan bahwa semua orang selama hidupnya pasti mencari 'sesuatu'. Dan sesuatu itu adalah kebermaknaan. "Nah bagi saya, tujuan dapat dicapai dengan proses perenungan dan dzikir."
Yang menarik dari sekian lama melaksanakannya, Andian mendapati ternyata kegiatan itu bisa menjadi sebuah terapi kejiwaan. Di saat seseorang merasakan kecemasan, waswas, tidak berarti, dan perasaan negatif lainnya, muhasabah dapat menumbuhkan semangat baru.
Namun semuanya harus dimulai dari kesadaran (titik nol). Segala yang dimiliki bukanlah sesuatu yang abadi sehingga seseorang akan menyadari bahwa hidup tanpa mendekatkan diri kepada Allah, memperbanyak dzikir dan melakukan proses perenungan, tidak akan berarti.
Dijelaskan lagi, beberapa orang memutuskan kembali ke jalan Allah setelah tertimpa masalah. Ada juga yang kembali ke jalan Allah karena memperoleh nikmat. Tapi ada juga orang yang diberi cobaan terus menerus, tidak juga tersadar.
"Pada kaitan itu, ada satu kata kunci. Setiap orang di dalam hatinya pasti punya keinginan bahwa hidupnya harus bermakna. Hanya saja ketika berhadapan dengan proses-proses, dia tidak konsisten dan istiqomah," Andian menambahkan.
Ketidak-istiqomah-an inilah yang kemudian mendorong seseorang berbuat sekehendak hatinya. Maka tak mengherankan timbul satu ironi. Di saat lantunan dzikir dan kegiatan agama tidak henti dilakukan, berbarengan pula negara ini tak lepas dari masalah kemerosotan akhlak.
Fakta tersebut amatlah memprihatinkan. "Kita baru sampai pada taraf pengetahuan tentang agama, belum sampai pada proses penghayatan apalagi pengamalan. Islam itu kan pada intinya kepasrahan total, berserah diri. Jadi bila belum sampai pada pengamalan nilai-nilai, berarti Islam kita belum kaffah."
Oleh sebab itu, Andian yang juga pembimbing ibadah haji dan umroh, telah berencana meluncurkan album Muhasabah sebelum bulan Ramadhan mendatang. Lewat album ini, dia coba mengingatkan agar umat terus berupaya meningkatkan kualitas hidup melalui kedua kegiatan mulia tadi.
Tujuan dari dzikir dan muhasabah, adalah agar seseorang mencapai ketenangan. Ketenangan akan diperoleh jika tumbuh kesadaran. "Karena kesadaran inilah yang dapat merajut kembali hubungan dengan Allah SWT, sesama manusia, dan lingkungan," ujarnya.


Biodata

Nama lengkap : Andian Parlindungan
Kelahiran : Medan, 12 Nopember 1967
Istri : Ermi Saidah
Putra/putri : Carissa Rafa Andiesa (2 tahun) Rakhsanda Andi Aziz (3 bulan)
Pendidikan : S1-IAIN Sumatera Utara tahun 1994, S2-IAIN Jakarta tahun 1997
Kegiatan :
Dosen tetap Fak Kedokteran dan Ekonomi Universitas Yarsi Jakarta
Pembimbing Ibadah Haji dan Umroh
Mengisi acara Kuliah Subuh Indosiar sejak 1999
Mengisi acara Cahaya Hati TPI
Mengisi acara Kuliah Subuh SCTV sejak 2003
Mengisi acara Dialog Jumat RRI

Hati Yang Suci

Oleh: Drs. Andian Parlindungan, MA


Perkataan "hati" dalam Alquran disebut qalb, yaitu sesuatu yang tidak tetap, berbalik kembali, dan berubah-ubah. Kelabilan dan perubahan hati disebabkan ada dua kekuatan yang selalu tarik menarik di dalamnya, yakni iman dan kufur, kebaikan dan keburukan, taat dan ingkar, dst.
Hati adalah elemen terpenting dalam diri manusia, yang menentukan kemuliaan atau kehinaannya. Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal darah. Apabila segumpal darah itu baik, maka seluruh jasad menjadi baik. Namun, apabila segumpal darah itu rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, sesungguhnya segumpal darah itu adalah hati".(HR Bukhari).
Hati yang suci adalah hati yang dipenuhi dengan iman, hidayah, dan cahaya Ilahi. Di dalamnya terdapat luapan rindu, cinta, ketaatan, dan kepatuhan kepada Allah. Ia merupakan tempat bersemayam nilai-nilai kebaikan, seperti tawakal, sabar, qana'ah (puas), syukur, istiqamah (konsisten), tawadu' (rendah hati), santun, murah hati, pemaaf, husnuzzan (baik sangka), dan amanah (terpercaya). Ia terbebas dari belenggu kehinaan dan kenistaan, karena padanya tidak terdapat kekufuran, kemunafikan, kesombongan, tamak, rakus, hasad, dengki, riya, ujub (bangga terhadap diri), bakhil, khianat, dan cinta dunia.
Untuk mencapai kesucian, hati harus mengalami proses tazkiyah (pensucian) agar hati tidak diselimuti sifat-sifat tercela yang membuat hati menjadi keras (QS 16.22), buta (QS 22:46), sakit (QS 2:10), dan mati (QS 2:7). Apabila hati telah keras, buta, sakit, dan mati, maka hati tidak akan dapat menyerap ilmu dan hidayah Allah. Aktivitas tubuh menjadi pasif, tidak efektif, dan sia-sia. Sebab, hati tidak dapat memantulkan cahaya Ilahi dan tidak dapat berperan menjadi sumber inspirasi dan sosial kontrol bagi kerja tubuh.
Manusia yang memiliki hati rusak, akan menjadi manusia yang kehilangan martabat dan jati dirinya. Ia akan menjadi budak nafsu yang cenderung melakukan apa saja yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Ia akan merampas hak orang lain, menindas, membunuh, memprovokasi, menghalalkan segala cara untuk mewujudkan kehendaknya, dan bahkan, ia menjadi manusia yang menebar penyakit dan bencana bagi penduduk bumi.
Ada tiga proses tazkiyah (pensucian) yang harus kita lakukan agar hati menjadi suci. Pertama, muraqabah, yakni menumbuhkan keyakinan dan kesadaran dalam hati bahwa kita berada di bawah pengawasan Allah setiap saat. Allah mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati dan melihat setiap gerak dan langkah kita. Kedua, muhasabah, yakni introspeksi diri. Kita harus mampu melakukan penyadaran terhadap diri kita melalui penghitungan amal dan perbuatan. Pada tahap ini, kita harus memperbanyak tobat dan ampunan kepada Allah, serta berusaha untuk meningkatkan kualitas amal dan perbuatan kita.
Ketiga, mujahadah, yakni sebuah perjuangan spiritual (rohani) dengan mengerahkan segala potensi dalam rangka menjalankan tugas-tugas pengabdian kita kepada Allah, serta menyingkirkan setiap hambatan-hambatan yang berusaha menghalangi pengabdian kita kepada-Nya. Pada tahap ini, dibutuhkan istiqamah, ketekunan, dan kesabaran.


Diterbitkan oleh Republika Online, Hak Cipta � PT Abdi Bangsa 1998

http://www.informatika.org/~rinaldi/Koleksi/Artikel/Hati%20yang%20Suci.htm